Wasi Zada

BiNusian weblog

Pengaruh Teknologi Terhadap Kinerja Media dan Budaya Masyarakat

June2

Author Note

Wasi Zada, Department of Marketing Communication, Bina Nusantara University.

This review based on articles by Gary Krug. (2005). “Part Six: Technology, Truth, and the Military-Industrial Complex” and “Part Seven: Information and Social Order: Pornography and the Public” On Communication Technology and Cultural Change, London: Sage Publication, pg. 133-184.

Correspondence concerning this review should be addressed to Wasi Zada, Department of Marketing Communication, Bina Nusantara University, Class 04 PHO, Jalan Anggrek Cakra.

ABSTRACT

Media massa dapat dilihat sebagai sistem sosio-teknik yang secara terus-menerus berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan “sosio” dan “teknik” di sini dimaksudkan untuk merujuk tentang adanya saling-ketergantungan antara aspek teknologis dan aspek sosial. Hasil penelitian sosiologis terhadap industri pun membuktikan bahwa memang terdapat bentuk organisasi yang sesuai bagi setiap situasi teknis yang menjanjikan keberhasilan paling besar. Produksi massal, misalnya, melibatkan struktur hirarkis yang nampaknya paling cocok untuk melaksanakan tugas-tugas yang distandarisasikan. Jika masalah-masalah baru dan tidak diketahui terus-menerus timbul, maka organisasi harus mampu meresponnya secara luwes. Itu artinya alokasi peran dan tugas harus selalu mengalami peninjauan dan perubahan secara terus-menerus jika perlu. Organisasi yang sifatnya “hidup” ini ditandai dengan bidang-bidang  kecakapan yang dirumuskan secara tidak terlalu teliti karena terus menerus mengalami perumusan-perumusan kembali. Inilah sifat khas yang terjadi dalam produksi isi media massa dalam menghadapi perubahan teknologi. (Kusumaningrat & Purnama, 2009)

INTRODUCTION

Teknologi membentuk individu bagaimana cara berpikir, berperilaku dalam masyarakat, dan teknologi tersebut akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi yang lain. Misalnya, dari masyarakat suku yang belum mengenal huruf menuju masyarakat yang memakai peralatan komunikasi cetak ke masyarakat yang memakai peralatan komunikasi elektronik.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, media bahkan dianggap seperti kehidupan nyata (media and real life are the same). Dengan komputer kita bisa berbuat apa saja, misalnya kita bisa mencari hiburan dengan permainan yang disediakan, kita bisa menjelajah ke seluruh dunia dengan perantaraan internet, kita bisa berkirim surat secara cepat melalui e-mail dengan teman yang ada di negara lain, dan kita pun bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk mencari kebutuhan kita dengan komputer. (Nurudin, 2007)

ANALYSIS AND DISCUSSION

Saat ini masyarakat kita tengah memasuki era masyarakat informasi. Salah satu ciri yang menonjol adalah penggunaan media massa sebagai alat utama dalam pelaksanaan komunikasi. komunikasi massa telah memunculkan revolusi baru yakni penggunaan jasa sebagai dampak perkembangan era informasi sekarang ini. Seorang direktur sebuah perusahaan dalam menjalankan bisnisnya bisa hanya dengan menggunakan media massa. Ia memesan barang melalui iklan yang dimuat di media massa. Ia juga bisa menjual barang melalui media massa atau cukup mengangkat telepon yang diperoleh dari informasi di media massa. Jadi, media massa juga bisa membawa perubahan dalam banyak hal. Artinya, dalam era saat ini masyarakat tidak bisa lepas dari peran media massa. (Nurudin, 2007)

Media massa telah mampu membentuk seperti apa masyarakat. Masyarakat yang demokratis bisa dibentuk melalui media massa dan juga sebaliknya. Media massa telah menjadi budaya. Ia diciptakan manusia, tetapi akhirnya media membentuk masyarakat itu sendiri (McLuhan, 1995). Media mampu mengarahkan masyarakat untuk mencapai suatu perubahan tertentu.

Ada beberapa perubahan besar yang mengikuti perkembangan teknologi dalam berkomunikasi. Masing-masing perubahan atau pergerakan dari era satu ke era yang lain membawa bentuk baru komunikasi yang menyebabkan beberapa macam perubahan dalam masyarakat. Kemampuan yang terjadi akibat era elektronik menyebabkan perluasan yang lebih baik pada pikiran dan perasaan manusia. Manusia tidak saja mengandalkan pendengaran dan penglihatan, tetapi keduanya sekaligus. Dengan era elektronik, dunia seolah semakin sempit. Hal inilah yang disebut sebagai desa global (global village). Aktivitas manusia tidak akan lepas dari aktivitas manusia yang lain, bahkan desa global telah membentuk manusia menjadi makhluk individual. Ketika kita memanfaatkan media elektronik, seperti komputer yang dipasang peralatan internet, kita bisa “mengitari dunia” ini. Kita bisa berdiskusi, chatting, atau mengirim surat dengan e-mail.

McLuhan berpikir bahwa budaya kita dibentuk oleh bagaimana cara kita berkomunikasi. Paling tidak, ada beberapa tahapan yang layak disimak. Petama, penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan budaya. Kedua, perubahan di dalam jenis-jenis komunikasi akhirnya membentuk kehidupan manusia. Ketiga, sebagaimana yang telah dikatakan oleh McLuhan sebelumnya bahwa “Kita membentuk peralatan untuk berkomunikasi, dan akhirnya peralatan untuk berkomunikasi yang kita gunakan membentuk atau mempengaruhi kehidupan kita sendiri.” (Nurudin, 2007)

CONCLUSION

Sebagai suatu jenis pengarah yang memiliki kemampuan yang kuat untuk menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu, media massa telah menjadi agenda untuk masyarakat pada apa yang harus kita lakukan. Media memberikan agenda-agenda melalui pemberitannya, sedangkan masyarakat akan mengikutinya. Dengan begitu, media tidak boleh hanya memberitakan fakta atau kejadian yang justru memperkuat status quo. Media harus menjadi alat keadilan, media harus terus mengkritisi setiap ketidakadilan yang ada di sekitarnya. Media harus terus mengkritisi dan melawan segala bentuk hegemoni dan kekuasaan yang hanya berada di tangan penguasa. Oleh karena itu, jurnalis atau orang yang terlibat dalam proses komunikasi massa haruslah mempunyai tanggung jawab dalam pemberitaan atau apa yang disiarkan. Apa yang diberitakan oleh media massa harus bisa dipertanggungjawabkan. Tanggung jawab tentunya mempunyai dampak positif. Dampak positif yang terasa adalah media massa akan berhati-hati untuk menyiarkan dan menyebarkan informasinya. Ia tidak bisa seenaknya saja memberikan informasi yang tidak benar, misalnya, sekadar mengarang cerita agar medianya laris di pasaran. Jadi, jurnalis tidak sekadar menyiarkan informasi tanpa bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkannya. Tanggung jawab ini bisa ditujukan pada Tuhan, masyarakat, profesi, atau dirinya masing-masing.

BIBLIOGRAPHY

Primary text:

Gary Krug. (2005). “Part Six: Technology, Truth, and the Military-Industrial Complex” and “Part Seven: Information and Social Order: Pornography and the Public” On Communication Technology and Cultural Change, London: Sage Publication, pg. 133-184.

Preferences:

Kusumaningrat, H., & Purnama, K. (2009). Jurnalistik: Teori & Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurudin. (2007). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Realitas Komunikasi Pemasaran Baru

May26

Author Note

This review based on an article by Turow, Joseph. (2009). “Part Five: Advertising and Public Relations” On Media Today: An Introduction To Mass Communications, 3rd Edition. New York: Taylor & Francis, pg. 592 – 655.

Correspondence concerning this review should be addressed to Wasi Zada, Department of Marketing Communication, Bina Nusantara University, Class 04 PHO, Jalan Anggrek Cakra.

ABSTRACT

Perubahan menuju pemasaran tersegmentasi dan perkembangan pesat dalam teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan dampak besar terhadap komunikasi pemasaran. Dua faktor utama yang mengubah wajah komunikasi pemasaran saat ini; Pertama, ketika pasar massal telah terfragmentasi, pemasar menjauhi pemasaran massal. Selanjutnya, mereka mengembangkan program pemasaran terfokus yang dirancang untuk membangun hubungan yang lebih erat dengan pelanggan dalam pasar mikro yang didefinisikan secara sempit. Kedua, perkembangan pasar dalam teknologi informasi mempercepat pergerakan menuju pemasaran tersegmentasi. Dengan teknologi informasi baru saat ini, pemasar dapat mengakumulasikan informasi pelanggan rinci dan tetap mengikuti perkembangan kebutuhan pelanggan.

INTRODUCTION

Saat ini, semakin banyak perusahaan menerapkan konsep komunikasi pemasaran terintegrasi (integrated marketing communications – IMC). Dalam konsep ini, perusahaan secara cermat mengintegrasikan berbagai saluran komunikasinya untuk menghantarkan pesan yang jelas, konsisten, dan menarik tentang organisasi dan mereknya (Schultz & Kitchen, 2000). Masing-masing saluran komunikasi mempunyai karakteristik dan biaya yang khas. Saluran komunikasi tersebut merupakan paduan spesifik iklan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, penjualan personal, dan sarana pemasaran langsung yang digunakan perusahaan untuk mengomunikasikan nilai pelanggan secara persuasif dan membangun hubungan pelanggan. Definisi lima saluran komunikasi utama tersebut adalah sebagai berikut: (Bennet, 1995)

Periklanan (advertising): Semua bentuk terbayar presentasi nonpribadi dan promosi ide, barang, atau jasa dengan sponsor tertentu.

Promosi penjualan (sales promotion): Insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan produk atau jasa.

Hubungan masyarakat (public relations): Membangun hubungan baik dengan berbagai kalangan unuk mendapatkan publisitas yang diinginkan, membangun citra perusahaan yang baik, dan menangani atau menghadapi rumor, berita, dan kejadian tidak menyenangkan.

Penjualan personal (personal selling): Presentasi pribadi oleh wiraniaga perusahaan untuk tujuan menghasilkan penjualan dan membangun hubungan pelanggan.

Pemasaran langsung (direct marketing): Hubungan langsung dengan konsumen individual yang ditargetkan secara cermat untuk memperoleh respons segera dan membangun hubungan pelanggan yang langgeng – penggunaan surat langsung, telepon, televisi respons langsung, e-mail, Internet, dan sarana lain untuk berkomunikasi secara langsung dengan konsumen tertentu.

IMC membutuhkan pengenalan semua titik hubung antara seluruh saluran komunikasi tersebut di mana pelanggan bisa bertemu dengan perusahaan dan mereknya. Masing-masing penghubung merek akan menghantarkan sebuah pesan, entah itu baik, buruk, atau tidak berpengaruh. Perusahaan ingin menghantarkan pesan yang konsisten dan positif dengan masing-masing penghubung. IMC menjalankan strategi komunikasi pemasaran total yang bertujuan membangun hubungan pelanggan yang kuat dengan menunjukkan bagaimana perusahaan dan produknya bisa membantu pelanggan menyelesaikan masalah mereka.

ANALYSIS AND DISCUSSION

Perubahan Model Komunikasi Pemasaran

Dalam beberapa dekade terakhir, pemasar telah menyempurnakan seni pemasaran massal – menjual produk dengan standar tinggi kepada massa pelanggan. Dalam prosesnya, para pemasar mengembangkan teknik komunikasi media massa yang efektif untuk mendukung strategi pemasaran massal ini. Perusahaan besar secara rutin menginvestasikan jutaan atau bahkan miliaran dolar dalam bentuk iklan televisi, majalah, atau media periklanan massal lain, menjangkau puluhan juta pelanggan dengan satu iklan (Kotler & Armstrong, 2008).

Seperti halnya pemasaran massal yang dulu melahirkan generasi baru komunikasi media massa, perubahan menuju pemasaran sasaran dan perubahan lingkungan komunikasi melahirkan model komunikasi pemasaran baru. Meskipun televisi, majalah, dan media massa lain tetap penting, dominasi mereka sekarang menurun. Pengiklan kini memiliki beragam media yang lebih khusus dan tepat sasaran untuk menjangkau segmen pelanggan yang lebih kecil dengan pesan yang lebih pribadi. Ragam media baru ini antara lain majalah khusus, saluran televisi kabel, dan video on demand – VOD sampai pencantuman produk dalam acara televisi dan video game, catalog internet, e-mail, dan podcast. Secara keseluruhan, perusahaan mengurangi penyiaran massal (broadcasting) dan cenderung melakukan penyiaran tersegmentasi (narrowcasting) (Kotler & Armstrong, 2008).

Banyak pengiklan besar mengubah anggaran iklan mereka dari televisi jaringan dan lebih menyukai media yang lebih terfokus, efektif biaya, interaktif, dan akrab. Kerangka industri iklan dulunya jauh lebih sederhana: Kini, secara media pemirsa terpecah, menonton TV di iPod, menonton film di alat videogame, dan mendengarkan radio di internet (Steinberg & Vranica, 2006, p. A15). Beberapa ahli industri periklanan bahkan memprediksikan kehancuran bentuk komunikasi media massa lama. Mereka percaya bahwa pemasar akan semakin meninggalkan media massa biasa dan lebih menyukai potensi teknologi digital baru – dari situs Web dan e-mail sampai aplikasi telepon seluler dan VOD. Kehancuran jaringan TV dan pemasar massal akan menjadi peluang untuk meraih kelompok kecil konsumen yang tidak begitu saja mengkonsumsi apa yang dijejalkan kepada mereka, tetapi apa yang benar-benar mereka butuhkan (Garfield, 2005). Jadi pemasar harus mulai merencanakan cara meraih konsumen dengan cara baru dan tak terduga.

Meskipun demikian, alih-alih memprediksikan kehancuran media massa biasa, pelaku industri lain melihat perubahan model komunikasi pemasaran baru yang lebih bertahap. Mereka mencatat bahwa televisi penyiaran dan media massa lain masih menangkap pangsa besar dari anggaran promosi sebagian besar perusahaan pemasaran utama, fakta yang tidak cepat berubah. Meskipun beberapa orang mungkin mempertanyakan masa depan spot iklan 30 detik, iklan tersebut masih sering digunakan saat ini. Selanjutnya, televisi menawarkan banyak peluang promosi di luar iklan 30 detik. Seorang ahli periklanan memberi nasehat: “Karena TV adalah produk terdepan dari 30 kemajuan teknologi, pemirsanya akan terus meningkat. Jadi, jika anda berpikir bahwa TV adalah dinosaurus tua, atau Anda adalah seorang pengiklan nasional yang berpikir untuk memindahkan dolar iklannya dari TV, mungkin Anda harus mempertimbangkannya kembali (Shaw, 2006, p. 29).” Oleh karena itu, tampaknya model komunikasi pemasaran baru akan terdiri dari perubahan bertahap bauran media massa tradisional dan sejumlah besar media baru yang menarik, lebih focus, dan lebih pribadi.

Kebutuhan akan Komunikasi Pemasaran Terintegrasi (IMC)

Perubahan menuju bauran pendekatan media dan komunikasi yang lebih kaya memberikan masalah bagi pemasar. Saat ini konsumen diberondong oleh pesan komersial dari kisaran sumber yang luas. Tetapi konsumen tidak membedakan antara sumber pesan yang dilakukan pemasar. Dalam pikiran konsumen, pesan melalui beragam media dan promosi merupakan pesan tunggal tentang perusahaan. Pesan yang bertentangan dari berbagai sumber ini bisa menghasilkan citra perusahaan, posisi merek, dan hubungan pelanggan yang membingungkan (Kotler & Armstrong, 2008).

Sering kali, perusahaan gagal memadukan berbagai saluran komunikasi mereka. Hasilnya adalah kekacauan komunikasi bagi konsumen. Iklan media massa mengatakan satu hal, sementara promosi harga mengirimkan pesan berbeda, dan label produk menciptakan pesan lain. Catatan penjualan perusahaan mengatakan sesuatu yang berbeda, dan situs Web perusahaan tampak tidak sinkron dengan semuanya (Kotler & Armstrong, 2008).

Masalahnya adalah bahwa komunikasi ini sering berasal dari bagian perusahaan yang berbeda. Pesan iklan dirancang dan diimplementasikan oleh departemen periklanan atau agen periklanan. Komunikasi penjualan personal dikembangkan oleh manajemen penjualan. Personel perusahaan lain bertanggung jawab atas hubungan masyarakat, acara promosi penjualan, pemasaran Internet, dan bentuk komunikasi pemasaran lainnya. Untuk membantu mengimplementasikan masalah komunikasi pemasaran terintegrasi tersebut, beberapa perusahaan mengangkat seorang direktur komunikasi pemasaran, yang mengemban semua tanggung jawab usaha komuinikasi perusahaan, di mana pada masa lalu tak ada orang atau departemen yang bertanggung jawab untuk memikirkan peran komunikasi dari berbagai saluran komunikasi dan mengkoordinasikan bauran promosi. Hal ini membantu konsistensi komunikasi yang lebih baik dan dampak penjualan yang lebih besar. Dengan begitu, perusahaan meletakkan tanggung jawab di tangan seseorang – yang sebelumnya tidak pernah ada – untuk menyeragamkan citra perusahaan ketika citra itu terbentuk dari ribuan kegiatan perusahaan (Kotler & Armstrong, 2008).

CONCLUSION

Teknologi informasi canggih menyebabkan perubahan besar dalam cara komunikasi antara perusahaan dan pelanggan. Era digital telah menghasilkan sejumlah informasi dan sarana komunikasi baru – dari telepon seluler, iPod, dan Internet sampai system satelit dan televisi kabel serta perekam video digital (digital video recorder-DVR). Teknologi baru memberikan sarana media baru yang menarik bagi perusahaan untuk berinteraksi dengan konsumen sasaran. Mereka juga memberikan lebih banyak kendali kepada konsumen atas sifat dan waktu pesan yang mereka pilih untuk dikirimkan dan diterima.

IMC mampu menyatukan semua pesan dan citra perusahaan. Pada saat yang sama, IMC mampu melampaui saluran komunikasi spesifik dari bauran komunikasi pemasaran ini. Desain produk, harga, bentuk dan warna kemasan, dan toko yang menjualnya – semua mengomunikasikan sesuatu kepada pembeli. Oleh karena itu, meskipun bauran promosi adalah kegiatan komunikasi utama perusahaan, seluruh bauran promosi – promosi dan produk, harga, dan tempat – haruslah selalu dikoordinasikan dengan baik untuk mendapatkan dampak komunikasi terbesar.

BIBLIOGRAPHY

Primary Text:

Turow, Joseph. (2009). “Part Five: Advertising and Public Relations” on Media Today: An Introduction To Mass Communications, 3rd Edition. New York: Taylor & Francis, pg. 592 – 655.

References:

Bennet, P. D. (1995). The AMA Dictionary of Marketing Terms, 2nd Edition. New York: McGraw Hill.

Garfield, B. (2005). The Chaos Scenario, Advertising Age, 1-57+.

Kotler, P., & Armstrong, G. (2008). Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi Ke-12. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Schultz, Don E., & Kitchen, Philip J. (2000). Communication Globally: An Integrated Marketing Approach. New York: McGraw Hill.

Shaw, M. (2006). Direct Your Advertising Dollars Away from TV at Your Own Risk. Advertising Age , 29.

Steinberg, & Vranica. (2006). As 30-Second Spot Fades, What Will Advertisers Do Next? Wall Street Journal , A15.

Multimedia Revolution: From Qube To Sony Internet TV

April7

Author Note

This review based on an article by Mirabito, Michael and Morgenstern, Barbara L. “The Cable And Telephone Industries And Your Home.” On The New Communication Technologies: Applications, Policy, And Impact. Fifth Edition. Oxford: Elsevier, 2004, pg. 209-217.

Correspondence concerning this review should be addressed to Wasi Zada, Department of Marketing Communication, Bina Nusantara University, Class 04 PHO, Jalan Anggrek Cakra.

ABSTRACT

Revolusi multimedia merupakan implikasi konsep konvergensi media yang pada awalnya dikemukakan oleh Nora dan Mine (1980) dengan term telematique (telematik) untuk menggambarkan kombinasi antara komputer dan teknologi komunikasi. Konsep ini menggambarkan studi media konvensional di mana kecenderungan konvergensi media telah mulai diperlihatkan ketika televisi muncul sebagai media massa. Integrasi terjadi pada audio digital, visual, dan informasi teks pada semua jaringan data tujuan di mana media massa interaktif adalah salah satu area terjadinya konvergensi komputer dan teknologi komunikasi yang mendatangkan implikasi cukup penting bagi perkembangan teknologi komunikasi. Konvergensi media interaktif pada mulanya terjadi melalui talk show radio melalui konvergensi radio dan telepon. Konvergensi media akan terus berkembang dari waktu ke waktu dengan media yang lebih beragam – contohnya  konvergensi media televisi, radio dan telepon; konvergensi interaksi media komputer dan telepon; konvergensi televisi dan computer; dan konvergensi yang saat ini tengah berkembang yaitu konvergensi antara telepon mobile, internet, radio, dan televisi.

INTRODUCTION

Apakah Internet menyediakan layanan penuh untuk mendukung kebutuhan hiburan Anda? Akankah kita pada umumnya akan terus menggunakan media yang hanya memiliki satu jenis fungsional? (MAM, 213)

Pertanyaan yang tertera di atas adalah salah satu dari berbagai macam masalah yang belum dapat dipecahkan solusinya semenjak munculnya Internet sebagai media massa yang kompleks. Seperti yang kita ketahui Internet adalah sebuah kolam informasi yang terus melebar yang membuat masyarakat pada saat ini dapat memanfaatkannya dengan berbagai macam media/saluran komunikasi (MAM, 212).

Konvergensi menyebabkan perubahan radikal dalam penanganan, penyediaan, distribusi, dan pemrosesan seluruh bentuk informasi baik visual, audio, data dan sebagainya (Preston, 2001). Teknologi informasi pada era konvergensi media telah berhasil menggabungkan sifat-sifat teknologi telekomunikasi konvensional yang bersifat massif dengan teknologi komputer yang bersifat interaktif.

METHOD

Metode yang penulis gunakan dalam membuat tinjauan merupakan metode kualitatif dengan pendekatan observatif, yakni pengamatan dan pencatatan secara sistematik. Data dikumpulkan dari studi kepustakaan, studi dokumentasi, dan sumber berita.

Tantangan yang penulis hadapi adalah penelitian yang sulit yang harus dilakukan seteliti mungkin dalam memahami makna, proses, dan peranan konsep tinjauan yang dibahas.

ANALYSIS AND DISCUSSION

Awal Mula Penggabungan Hiburan dan Informasi

Qube. Qube pada mulanya adalah sebuah gagasan yang diluncurkan pada tahun 1970 di Columbus, Ohio yang memberikan kebebasan pada audiens untuk mengontrol pilihan yang sesuai dengan kebutuhan dan kepuasan audiens secara personal. Karakteristik yang paling unik dari televisi kabel Qube adalah sifatnya yang interaktif, misalnya, pada pemilihan umum saat presiden Jimmy Carter sedang berpidato, audiens Qube diberikan keypad dan memberikan pertanyaan-pertanyaan dari alat tersebut dan kemudian hasil dari pertanyaan-pertanyaan tersebut diproses dan ditabulasi. Fungsi televisi kabel Qube yang lain adalah memberikan fasilitas pemesanan perbelanjaan dan perbankan yang bisa dilakukan di rumah. Meski perusahaan televisi kabel Qube kemudian meninggalkan rencana ambisius mereka pada tahun 1982, fenomena Qube memberikan kontribusi yang sangat besar dalam menentukan konsep penggabungan hiburan terpadu dan utilitas informasi (MAM, 211).

Set-top box (STB). Pesawat televisi dulunya tidak bisa berguna dengan baik tanpa adanya Set-Top Box. Generasi set-top box merupakan generasi yang muncul pada tahun 1980 yang tingkatnya sedikit lebih canggih dari televisi interaktif. Set-top box adalah alat yang menghubungkan televisi dengan sumber sinyal eksternal, dan mengubah sinyal menjadi konten yang kemudian menjadikan konten tersebut menjadi gambar di layar kaca. Set-top box menyerupai peralatan komputer yang memiliki kecanggihan user-interface. Berbagai perusahaan computer telah memberikan kontribusi terhadap perkembangan set-top box dari waktu ke waktu hingga sekarang ini. Yang harus diingat dari penemuan STB adalah potensial viabilitas, yang muncul pertama kali semenjak STB diluncurkan, adalah walaupun sekarang kita sudah menggunakan penerima sinyal secara digital dan tidak lagi menggunakan STB, kita akan selamanya bergantung pada bentuk perangkat keras (hardware) dalam bentuk kondisi dan layanan apapun. Saat ini Sony dan perusahaan lain sedang mengembangkan sistem pengiriman sinyal baru, yang lebih menekankan pada peningkatan infrastruktur kabel dan STBs untuk memberikan peningkatan layanan yang lebih baik (MAM, 212).

Era Konvergensi Teknologi

Teknologi adalah elemen yang paling kuat dalam faktor era konvergensi media sekarang ini. Sedangkan elemen lain yang memberikan dampak besar pada pertumbuhan konvergensi adalah peran perusahaan-perusahaan besar. Peran perusahaan besar dalam konvergensi teknologi dipengaruhi oleh perkembangan teknologi itu sendiri dan keadaan pasar yang semakin kompetitif. Sebagai contoh besarnya peran perusahaan dalam konvergensi media adalah – perusahaan software yang bergabung dengan badan penyiaran; dan perusahaan computer yang telah bermitra dengan produsen peralatan televisi (MAM, 211).

Contohnya adalah perusahaan vendor elektronik, yaitu Sony, yang bersedia bekerja dengan Google dan menyediakan perangkat dan konten untuk Google TV yang dinamakan Sony GT1 di mana tidak mungkin untuk perusahaan Google merancang produk kontennya sendiri. Sebagaimana layar komputer, televisi Sony GT1 telah memiliki peramban Internet serta aplikasi-aplikasi, seperti game. Pengguna bisa mencari video, musik, foto, dan film dari Internet, saluran televisi kabel lokal, atau televisi satelit. Konten-konten multimedia itu juga bisa disimpan langsung pada hard disk lokal (Tempo, 12 Feb 2011).  Televisi Sony GT1 bisa terhubung dengan konsol game, set-top box (STB), pemutar Blu-ray, dan sebagainya. Alat ini dilengkapi keyboard sebagai remote control. Selain qwerty, keyboardnya juga memiliki trackpad seperti yang yang ada pada laptop. Kemudian, ada juga tombol kendali media (play, pause, re-wind, dll) serta tombol fungsi lainnya. Selain lewat keyboard, kendali juga bisa dilakukan melalui smartphone.

Fenomena Sony Internet TV lazim disebut sebagai konvergensi karena bergabungnya media telekomunikasi tradisional (televisi) dengan internet sekaligus. Televisi telah terintegrasi dengan Internet dan mengalami konvergensi dengan komputer. Fokus televisi bukan lagi sekadar penampil saluran tradisional, tapi juga sebagai media interaksi dengan dunia maya dan sebagai Internet TV serta menayangkan media berbayar dari Internet.

Digitalisasi adalah kunci dasar dari konvergensi di era teknologi, karena seluruh bentuk informasi maupun data diubah dari format analog ke format digital sehingga dikirim ke dalam satuan bit (binary digit). Karena informasi yang dikirim merupakan format digital, konvergensi mengarah pada penciptaan produk-produk yang aplikatif yang mampu melakukan fungsi audiovisual sekaligus komputasi. Maka jangan heran jika sekarang ini komputer dapat difungsikan sebagai pesawat televisi, atau telepon genggam dapat menerima suara, tulisan, data maupun gambar tiga dimensi.

CONCLUSION

Berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi membawa tren baru di dunia industri komunikasi yakni hadirnya beragam media yang menggabungkan teknologi komunikasi baru dan teknologi komunikasi massa tradisional. Pada aspek praktis maupun teoritis, fenomena yang sering disebut sebagai konvergensi media ini memunculkan beberapa konsekuensi penting. Di aspek praktis, konvergensi media bukan saja memperkaya informasi yang disajikan, melainkan juga memberi pilihan kepada khalayak untuk memilih informasi yang sesuai dengan selera mereka.

Pada aspek teoritis, konvergensi menimbulkan perubahan signifikan dalam ciri-ciri komunikasi massa tradisional atau konvensional. Media konvergen memadukan ciri-ciri komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi dalam satu media sekaligus. Akibatnya, ciri utama media massa yang menyebarkan informasi secara masif menjadi lenyap. Arus informasi yang berlangsung menjadi makin personal, karena tiap orang mempunyai kebebasan untuk memilih informasi yang mereka butuhkan.

Problem mendasar dari regulasi konvergensi media dalam konteks ini terkait dengan seberapa jauh masyarakat mempunyai akses terhadap media konvergen, seberapa jauh masyarakat mempunyai hak untuk mengakses media konvergen, dan seberapa jauh distribusi media konvergen mampu dijangkau oleh masyarakat.  Namun dalam konteks yang lebih luas, konvergensi media sesungguhnya bukan saja memperlihatkan perkembangan teknologi yang kian cepat, melainkan konvergensi memberikan kesempatan baru kepada publik untuk memperluas pilihan akses media sesuai pilihan dan selera mereka.

BIBLIOGRAPHY

Primary Texts:

Mirabito, Michael and Morgenstern, Barbara L. “The Cable And Telephone Industries And Your Home.” On The New Communication Technologies: Applications, Policy, And Impact. Fifth Edition. Oxford: Elsevier, 2004, pg. 209-217.

References:

Preston, Pachal. Reshaping Communications. Thousand Oaks: Sage, 2001.

Sinaga, Deddy. “Ini Era Televisi Cerdas.” On Tempo, 12 Februari 2011. Jakarta.

Internet Websites:

Admin. “Sony GT1 TV Internet & Blu-ray Player Internet TV Pendukung Google TV.” Beritateknologi.com. 2010. 12 October 2010.

<http://www.beritateknologi.com/sony-gt1-tv-internet-blu-ray-player-pendukung-google-tv/>

Irawan, Toni. “Konvergensi Antara Internet Dan Televisi.” Bataviase.co.id. 2010. 14 October 2010.

<http://bataviase.co.id/node/419273>

Wikipedia. “Set-Top Box.” Wikipedia.org.

<http://en.wikipedia.org/wiki/Set-top_box>

Dampak RBT (Ring Back Tone) Bagi Keberlangsungan Industri Musik Tanah Air

April2

Author Note

This review based on an article by Ted Carlin Ph.D. “Digital Audio.” On Communication Technology Updates And Fundamentals. Eleventh Edition. Oxford:  Elsevier, 2008, pg. 206-228 and a book by Mirabito, Michael and Morgenstern, Barbara L. The New Communications Technologies: Applications, Policy, And Impact. Fifth Edition. Oxford: Elsevier, 2004.

Correspondence concerning this review should be addressed to Wasi Zada, Department of Marketing Communication, Bina Nusantara University, Class 04 PHO, Jalan Anggrek Cakra.

ABSTRACT

Persebaran dan perkembangan audio digital di Indonesia mengalami perubahan dalam hal distribusi, hukum, dan juga maraknya masalah yang terjadi yaitu masalah hak cipta dan pembajakan. Perusahaan rekaman Indonesia dihadapi oleh tantangan untuk mengatasi perubahan gaya hidup konsumen di era digital dalam menikmati dan membeli musik. Era digital dalam industri musik ini tentu tidak terhindarkan. Karena itu pola industri musik pun akan berubah. Hutan belantara baru Ring Back Tone (RBT) dan full track download menjadi juru selamat bagi industri musik Indonesia saat ini. Ring Back Tone menjadi sandaran para label serta musisi karena praktis hanya RBT ini yang tidak bisa dibajak. Setidaknya untuk sementara ini.

INTRODUCTION

Permasalahan Copyright di Indonesia

Music is like water, music is for free (Leonhard, 2006).

Revolusi media dan dinamikanya membuat paradigma orang-orang di dalamnya pun berubah. Munculnya iPod, di mana sebuah produk dapat saling ditukar secara peer-to-peer mengubah semua pola dan paradigma dalam berbisnis. Download lagu gratis, copy atau share lagu dari teman, dan perilaku lain yang melanggar hak cipta terasa jamak dan tidak tabu lagi terjadi saat ini. Musik digital merupakan masalah yang serius: semua orang menggunakannya, hanya sedikit yang membayarnya, dan hanya Apple yang sukses membisniskannya.

Berdasarkan laporan Federasi Industri Rekaman Dunia IFPI, pada 2009 Indonesia masuk 10 besar negara pembajak musik. Salah satu penyebabnya, pemberantasan pembajakan yang tak serius. Kenyataan ini telah mematikan industri CD (Compact Disc) di Indonesia dan dikhawatirkan dapat membunuh industri musik kreatif di Tanah Air. Dalam sisi penegakkan hukum, masalah pembajakan musik masih sangat dilawan di Indonesia, namun hasil akhirnya selalu tidak maksimal. Selalu ada kepentingan lain yang bermain, sehingga tindak lanjut terhadap pembajakan tidak maksimal. Hal ini disebabkan oleh sistem kultural, politik, dan ekonomi yang tidak sejalan sehingga akhirnya membuat jalan buntu dalam memberantas pembajakan di Indonesia.

Kampanye pemasaran musik yang dilakukan berbasis digital dengan konsep ring back tone (RBT) yang ditawarkan oleh para operator seluler dapat menjadi alternatif solusi. RBT menjadi bagian dari bisnis yang menggiurkan dan aplikasi yang tak tergantikan. Perkembangannya terus meningkat dan semakin meluas mengikuti penyebaran jaringan ponsel. Kehadiran RBT bukan hanya menguntungkan bagi operator, tapi juga mampu menjadi sumber pemasukan baru bagi pihak label musik, terutama di tengah maraknya pembajakan.

METHOD

Metode penelitian yang saya gunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pengumpulan data yang saya kumpulkan merupakan data sekunder yakni data tidak langsung yang saya peroleh dari menelusuri studi kepustakaan, studi dokumentasi, sumber berita dan sumber internet.

ANALYSIS AND DISCUSSION

Free Lunch Method

Free lunch method adalah metode pemasaran dengan menyiapkan musik secara legal dalam bentuk digital dan diberikan atau dapat diunduh gratis kepada penikmat musik atau menggunakan jejaring sosial sebagai media utama atau dipasarkan melalui Internet (Bisnis Indonesia, 1 Des 2010). Dengan metode ini, orang Indonesia dapat memiliki audio digital dari mana saja dengan mengunduhnya secara legal, seperti membeli melalui iTunes, situs artis/ perusahaan rekaman, dan mendownload RBT. Namun yang seringkali terjadi adalah kebalikannya yaitu dengan membeli musik secara ilegal seperti membeli cd bajakan, filesharing, P2P, dll.

Dengan adanya free lunch method, mengunduh lagu digital tidak akan lagi menimbulkan kerugian bagi musisi dan perusahaan musik melainkan memberikan keuntungan bagi keduanya. Namun, bentuk metode ini mengakibatkan penjualan kaset, compact disc, dan vinyl pun merosot jatuh. Menurut data perusahaan rekaman, Sony BMG, pada 1996 jumlah penjualan kaset musik di Indonesia mencapai 77,5 juta unit. 10 tahun berikutnya, tinggal 20 juta unit. Data lain menyebutkan, pada 2008 tidak ada satu pun musisi yang bisa mencetak penjualan hingga 1 juta keping cakram atau kaset. Tahun lalu, total penjualan kaset dan cakram musik tak menyentuh 1 juta keping.

Sedangkan menurut catatan dari ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia), pada tahun 2008 hanya terjual 10 juta keping album, sementara tahun 2007 tercatat 19,4 juta dan 2006 sebesar 23,7 juta. Sementara tahun 2009-2010 terjadi penurunan sampai 15 persen. Di sisi lain, angka pembajakan menurut data ASIRI sejak tahun 2008 telah mencapai 96%. Ratusan toko kaset dan CD di Indonesia telah tutup selama dua tahun ini. Sedangkan label rekaman kini tinggal 15 perusahaan besar, dari 240 perusahaan yang terdaftar di ASIRI.

Hasil data di atas membuktikan perubahan yang terjadi pada budaya masyarakat yang terus berubah ke dalam budaya yang semakin modern, masyarakat akan semakin digital dari waktu ke waktu dan meninggalkan budaya analog. Dengan budaya masyarakat yang senang berbagi dan kurang menghargai proses, pembajakan akan selalu menjadi masalah laten di Indonesia. Bisnis yang ditawarkan RBT sepatutnya bisa mengantisipasi perilaku masyarakat Indonesia yang tidak ingin rugi.

Ring Back Tone (RBT)

Awalnya, keberadaan RBT lebih ditujukan untuk memberikan jati diri kepada para pelanggan melalui jenis lagu yang dipilih. Konsep ring back tone (RBT) yang ditawarkan oleh para operator seluler pada mulanya dinilai sebagai sesuatu yang aneh. Bagaimana tidak, kita membeli lagu dengan berlangganan hanya untuk diperdengarkan kepada orang lain.  Tapi, pada perkembangannya RBT justru mampu memberikan kontribusi besar bagi pendapatan operator di luar voice dan SMS. Konsep RBT yang awalnya hanya memberikan hiburan bagi orang yang menelepon, kini telah berkembang lebih jauh menjadi sarana promosi dan marketing.

Dari data yang dimiliki Asosiasi Rekaman Idonesia (Asiri) pada akhir 2009, diperkirakan 20 persen dari 170 juta pelanggan seluler di Indonesia menggunakan RBT. Dari jumlah tersebut, sekitar 2 juta di antaranya terus aktif berlangganan RBT setiap bulannya dengan konsumen terbesar berasal dari generasi muda.

Bagi para operator, kontribusi pemasukan dari RBT, divisi value added service (VAS, atau layanan nilai tambah), berkisar antara empat hingga lima persen dari total pendapatan perusahaan per tahun. Jumlah tersebut akan terus membesar seiring dengan tren meningkatnya penggunaan konten di ponsel. Industri RBT pun mengalami peningkatan, baik dari segi jumlah ketersediaan lagu, layanan, harga yang semakin terjangkau, hingga inovasi yang ditawarkan (Republika, 2 Mar 2010).

Terus meningkatnya perkembangan RBT bukan hanya menguntungkan pihak operator, tapi juga berdampak besar bagi keberlangsungan industri musik di Tanah Air. Pemasukan dari RBT pun mampu menjadi sumber pendapatan baru bagi para label musik yang sebelumnya terhempas karena maraknya pembajakan.

Namun di sisi lain, konsep RBT menimbulkan masalah regulasi seperti pembagian hak cipta dan struktur bisnis. Belum adanya standar yang jelas pada pembagian hak bagi musisi, di samping masalah transparansi, membuat RBT memarginalkan sisi musisi itu sendiri. RBT sebenarnya hanya menguntungkan pihak label dan operator, namun tidak bagi musisinya. Karenanya, diperlukan perlindungan hukum bagi para musisi sehingga kreatifitas mereka bisa dihargai secara layak.

Industri musik di Indonesia merupakan salah satu urat nadi industri kreatif bangsa ini. Perlindungan hukum bagi musisi dan sosialisasi tentang hukum bagi pelaku industrinya merupakan kebutuhan yang sangat mendesak agar industri ini dapat tetap hidup dan terus menghasilkan karya-karya yang original dan berkualitas.

CONCLUSION

Kondisi Indonesia dalam hal distribusi, hak cipta, dan hukum persebaran audio digital berbeda dengan negara-negara lain. Masalah-masalahnya yang rumit, yang selalu berkaitan dengan sistem ekonomi, kultural, dan politik di Indonesia membuat perubahan pola konsumsi masyarakat dalam menikmati musik semakin berubah. Saat ini, RBT merupakan bisnis yang menguntungkan perusahaan-perusahaan rekaman di Indonesia. RBT membuat orang untuk membeli musik dengan caranya yang mudah dan inovatif. Saya berharap dengan adanya konsep baru RBT, tingkat pembajakan di Indonesia dapat berkurang dan masyarakat dapat lebih mengapresiasi nilai kreatifitas dan originilitas musisi Indonesia.

BIBLIOGRAPHY

Primary Texts:

Carlin, Ted, Ph.D. “Digital Audio.” On Grant, August and Meadows, Jennifer. Communication Technology Updates And Fundamentals. Eleventh Edition. Oxford: Elsevier, 2008, pg. 206-228.

Mirabito, Michael and Morgenstern, Barbara L. The New Communications Technologies: Applications, Policy, And Impact. Fifth Edition. Oxford: Elsevier, 2004.

References:

Yunianto, Roni. “Musik Digital Bisa Tekan Pembajakan.” On Bisnis Indonesia, 1 December 2010. Jakarta.

Khoirul. “RBT Bisnis Yang Menjanjikan.” On Republika, 2 March 2010. Jakarta.

Internet Websites:

Kris. “Perlindungan Hukum Dan Matinya Industri Musik Indonesia.” Jdih.bphn.go.id. 2010. 27 August 2010.

< http://jdih.bphn.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=84&Itemid=18>

Ronny, Andreas. “RBT Dan Pembajakan Karya Musik.” Kbr68h.com. 2011. 18 March 2011.

<http://www.kbr68h.com/feature/saga/3789-rbt-dan-pembajakan-karya-musik>

Efek Musyawarah Politik Secara Online Terhadap Keterlibatan Masyarakat

February27

Essai Tanggapan dari Artikel Journal Computer-Mediated Communication Volume 12, Isu 4, hlm. 1369-1387, Juli 2007: ‘Online vs Face-to-Face Deliberation: Effects on Civic Engagement’ by Seong-Jae Min

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi komunikasi yang sedang berlangsung dengan cepat sekarang ini memberikan arah dan cara baru terhadap masyarakat dalam melakukan musyawarah. Masyarakat global sekarang ini sudah saling terhubung satu sama lain melalui koneksi global jaringan sosial yang luas yang membuat mereka selalu tahu akan informasi-informasi yang terjadi di sekitar lingkungan mereka dan menjadi lebih mudah dalam berpartisipasi ke dalam dunia politik. Bukan hanya politik, tetapi bisa juga bermacam-macam urusan publik seperti topik sosial budaya, bisnis, gaya hidup, dll.  Pada esai tanggapan saya kali ini, saya akan membahas lebih spesifik kepada keterlibatan masyarakat dalam dunia politik di era perkembangan teknologi komunikasi di mana semuanya terhubung secara tidak langsung di dalam suatu dunia maya yang kompleks.

Partisipasi politik, pada umumnya, berhubungan dengan tindakan rakyat biasa dalam mencapai arah dan tujuan yang sama, yang menjadikan mereka disebut sebagai ‘informed citizenry’ dan membuat masyarakat tersebut menjadi bagian dari proses dan hasil akhir politik itu sendiri. (Brady, 1999) Komunikasi manusia yang terus terjadi di dalamnya dan berkembang secara rasional adalah salah satu hal yang esensial dan yang paling inti dari kegiatan musyawarah itu sendiri. Dalam definisi yang lebih kuat, musyawarah mengacu pada kombinasi analisis dan proses egaliter di mana para peserta di dalamnya memiliki kesempatan berbicara dan mendengarkan berbagai dialog mengenai isu-isu publik (Burkhalter, Gastil, & Kelshaw, 2002).

PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini, saya akan membahas bagaimana musyawarah online dapat memiliki dampak positif terhadap nilai-nilai demokrasi. Bagaimana musyawarah online dapat menawarkan keuntungan yang luar biasa yang tidak dapat diwujudkan dalam musyawarah langsung atau tatap muka. Dalam musyawarah langsung, waktu dan biaya digolongkan sebagai suatu hal yang mahal. Para peserta membutuhkan usaha untuk mempersiapkan waktu, dan harus mensosialisasikan tempat dan acara berlangsungnya musyawarah terlebih dahulu. Hal ini sangat berbeda jauh dengan musyawarah online yang jauh lebih ekonomis dan dapat menyimpan sejumlah besar peserta tanpa batas geografis (Rice, 1993).

Walaupun hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan kedua musyawarah tersebut sama-sama memberikan dampak positif terhadap pengetahuan peserta akan suatu masalah, efikasi politik, dan kesediaan untuk berpartisipasi dalam politik. Komunikasi online dianggap lebih demokratis karena dalam satu kegiatan komunikasi online, para peserta tidak melihat satu sama lain berdasarkan status sosial, pendidikan, pekerjaan, umur, gender, dan faktor sosial lainnya. Para peserta bergabung secara anonim dan heterogen, artinya mereka berasal dari beragam komposisi atau susunan. Jika ditinjau dari asalnya, mereka berasal dari berbagai kelompok dalam masyarakat dan berisi individu-individu yang tidak tahu atau mengenal satu sama lain. Disamping itu anonim dalam konteks ini maksudnya dalah antarindividu itu tidak berinteraksi satu sama lain secara langsung. Tidak terkecuali dengan ciri bahwa antarindividu tidak ada organisasi formal yang melingkupinya. Mereka tidak membutuhkan pimpinan yang mengatur kendali atas apa yang mereka harus lakukan (Hidayat, 2007). Oleh karena itu, dalam musyawarah online, pola dominasi individu dapat lebih berkurang dan kontribusi peserta yang berstatus rendah meningkat.

Saat ini, kita hidup dalam masyarakat yang terus berubah. Kadang-kadang sulit untuk membedakan yang mana perubahan penting di antara banyak perubahan yang telah terjadi. Sebab, masing-masing perubahan itu membawa kepentingannya sendiri-sendiri dan untuk masyarakat yang berbeda satu sama lain. Perubahan dalam cara berkomunikasi yang dilakukan umat manusia yang jelas telah membawa perubahan penting dalam hidup mereka dalam mencapai tujuan hidup.

KESIMPULAN

Sampailah kita pada kesimpulan yang akan menjadi bab terakhir dari esai ini. Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pada abad komunikasi teknologi, munculnya internet membuat semua hal berkembang menjadi lebih cepat lagi. Internet telah mampu mengatasi ruang dan waktu proses penyebaran informasi di dunia ini. Apalagi internet kemudian diintegrasikan dengan media massa lain seperti televisi, radio, dan media cetak, bahkan media massa selain internet itu pada akhirnya membutuhkan internet sebagai alat penyebaran informasi pula. Hal itu dapat terjadi karena kemampuan manusia yang terus melakukan pengembangan, eksplorasi, dan penelitian demi kemajuan di bidang teknologi komunikasi.

Sketsa tingkat peralihan utama di dalam kemampuan orang-orang untuk bermusyawarah menunjukkan dua faktor utama. Pertama, “revolusi” komunikasi sedang terjadi sepanjang keberadaan manusia. Masing-masing menyediakan sebuah alat perubahan penting yang dapat dibawa untuk memikirkan diri manusia, organisasi masyarakat, dan akumulasi budaya. Kedua, pertumbuhan internet telah mengambil peran revolusi komunikasi yang kian kompleks. Seseorang bisa membawa perubahan dengan hanya berkomunikasi melalui chatting dengan teman atau keluarganya yang jauh di luar pulau atau benua.

Inilah abad komunikasi teknologi. Semua dipercepat, dipermudah, disederhanakan, tetapi dampak negatif yang ditimbulkan juga akan lebih nyata dan besar. Munculnya era komunikasi teknologi merupakan keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Komunikasi teknologi merupakan keniscayaan sejarah perkembangan manusia dalam melakukan komunikasi. semakin cerdas manusia, semakin kompleks dan rumit komunikasi yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Preferences:

Hidayat, Dedy Nur. (2007). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Internet websites:

Brady, H. E. (1999). Political participation. In J. P.Robinson, P. R.Shaver, & L. S.Wrightsman (Eds.), Measures of Political Attitudes (pp.737–801). San Diego: Academic Press.

Burkhalter, S., Gastil, J., & Kelshaw, T. (2002). A conceptual definition and theoretical model of public deliberation in small face-to-face groups. Communication Theory12, 398–422.

Rice, R. E. (1993). Media appropriateness: Using social presence theory to compare traditional and new organizational media. Human Communication Research19, 451–484.

Hello! :)

February27

This is my first post and my first time blogging and this blog will contains some assignment stuffs for the next 13 posts which assigned by our Communication Technology lecturer which is the reason why I made this blog. If it turns out more than 13, then you’ve got yourself a bonus.